PENILAIAN KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
DI KPH KEBONHARJO
Latar Belakang
Kegiatan pengelolaan hutan harus memandang hutan sebagai
suatu kesatuan ekosistem sesuai dengan karakteristik wilayah
masing-masing. Secara alami, keberadaan
suatu hutan memiliki fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi. Pemisahan kawasan
produksi dan Perlindungan sebenarnya hanya penekanan terhadap pengelolaan
fungsi tersebut. Pengelolaan hutan
tersebut harus mampu memaksimumkan fungsi hutan sehingga dapat memberikan
manfaat yang optimal dari aspek ekologi, sosial, dan ekonomi, baik bagi
perusahaan maupun masyarakat.
Pengelolaan kawasan perlindungan tidak lepas dari penilaian Kondisi Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) Tahun 2014
merupakan tindak lanjut monitoring evaluasi secara berkelanjutan terhadap kegiatan dikawasan KPS dari tahun ke tahun.
Evaluasi ini merupakan rangkaian upaya perbaikan yang terus menerus dilakukan
dalam rangka meningkatkan potensi lingkungan
dalam pengelolaan hutan di KPH Kebonharjo. Dalam penerapan implementasi
FSC dilapangan terutama terkait dengan tujuan
pengelolaan KPS secara khusus menjelaskan dalam hubungan dengan biodiversity
berkaitan dengan jalur koridor sintasan bagi
satwa, jenis tanaman sebagai cadangan dan sumber pakan bagi satwa merupakan prioritas penanganan yang urgent
serta kawasan yang dapat menimbulkan erosi dan mengganggu kinerja sumber air sebagai dampak penting untuk kelola lingkungan. Monitoring dan evaluasi KPS sebagai salah satu bentuk kesungguhan KPH
Kebonharjo menerapkan kepedulian terhadap
lingkungan di wilayah kerjanya.
Kawasan hutan KPH Kebonharjo seluas 17.739,10 ha tersebar di 3 (tiga) Bagian hutan. Berdasarkan hasil evaluasi potensi tahun 2013, kawasan
hutan KPH Kebonharjo memiliki fungsi sebagai Kawasan Produksi yaitu seluas
13.275,9 Ha, (74,84%) kawasan Perlindungan seluas
3748,26 Ha (21,13 %) ha dan kawasan Penggunaan Lain
seluas 714,94 ha. (4,03%).
Tujuan penilaian kualitas Kawasan Perlindungan Setempat adalah:
Memperoleh gambaran mengenai
kondisi Kawasan Perlindungan Setempat di setiap kelompok sungai dan BKPH sehingga dapat menganalisa tingkat kekritisan lahan sebagai
dasar perencanaan perbaikan untuk tetap menjaga fungsi utamanya sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan.
Menetapkan status fungsi
konservasi petak/anak petak yang masuk ke dalam kawasan Perlindungan Setempat.
Menilai dan memonitor
keberadaan Kawasan Perlindungan Setempat dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan
peran kawasan perlindungan, dan sebagai salah satu tempat koridor sintasan
satwa serta kesediaan pakan satwa terutama RTE dengan penanaman jenis lokal
yang diidentifikasi sebagai pakan satwa RTE sebagai salah satu bentuk
pengelolaan di kawasan biodiversity di seluruh BKPH dalam wilayah Perum
perhutani KPH Kebonharjo.
Kegiatan ini
berguna sebagai:
Bahan dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan dan penataan kawasan perlindungan setempat.
Bahan pertimbangan dalam implementasi pelaksanaan pengelolaan
kawasan Perlindungan Setempat.
HASIL PENILAIAN KONDISI KPS KPH
KEBONHARJO TAHUN 2014
Kawasan KPH Kebonharjo berada dalam 3 (tiga) wilayah
Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Blitung, DAS Solo dan DAS Lasem. Daerah
Aliran Sungai (DAS) menurut peraturan pemerintah / PP nomor : 33 tahun
1970 pasal 1 ayat 13 adalah sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat
alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya
yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal
dari curah hujan dan sumber-sumber air lainnya yang menyimpanan serta
pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya
demi keseimbangan daerah.
Pedoman penetapan tingkat kekritisan lahan KPS
dengan tabel sebagai berikut:
NO
|
KRITERIA / % BOBOT
|
KELAS
|
BESARAN
|
SKOR
|
KETERANGAN
|
1
|
Penutupan
lahan oleh pohon (50)
|
sangat
baik
|
> 80 %
|
5
|
Penilaian
berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon dan tumbuhan bawah
|
baik
|
61 - 80 %
|
4
|
|||
sedang
|
41 - 60 %
|
3
|
|||
buruk
|
21 - 40 %
|
2
|
|||
sangat
buruk
|
< 20 %
|
1
|
|||
|
|
|
|
|
|
2
|
Penutupan
lahan oleh tumbuhan bawah (20)
|
sangat
baik
|
> 80 %
|
5
|
|
baik
|
61 - 80 %
|
4
|
|||
sedang
|
41 - 60 %
|
3
|
|||
buruk
|
21 - 40 %
|
2
|
|||
sangat
buruk
|
< 20 %
|
1
|
|||
|
|
|
|
|
|
3
|
Erosi (20)
|
Ringan
|
Terdapat
erosi alur pada jarak > 50 m
|
5
|
|
Sedang
|
Terdapat
erosi alur pada jarak 20 - 50 m
|
4
|
|||
Berat
|
Terdapat
erosi parit dengan jarak 20 - 50 m
|
3
|
|||
Sangat
Berat
|
Terjadi
erosi parit dengan jarak < 20 m dan atau > 75 % lapisan tanah bawah
hilang
|
2
|
|||
|
|
|
|
|
|
4
|
Manajemen
tata batas (10)
|
Baik
|
Lengkap*
|
5
|
* tata
batas kawasan ada - Pengamanan dan
pengawasan dilakukan -
Penyuluhan dilakukan
|
Sedang
|
Tidak lengkap
|
3
|
|||
Buruk
|
Tidak ada
|
1
|
|||
|
|
|
|
|
|
5
|
Manajemen
lokasi garapan/tindakan konservasi tanah (30)
|
Baik
|
Penerapan
teknologi konservasi tanah dan air lengkap dan sesuai dengan petunjuk teknis
|
5
|
|
Sedang
|
Tidak
lengkap atau tidak terpelihara
|
3
|
|||
Buruk
|
Tidak
ada
|
1
|
Sumber : SK Dirjen RLPS No.
S.296/V-SET/2004
Hasil
Analisis Kualitas Sempadan Sungai Tiap BKPH
1)
Tingkat Kekritisan Lahan
a.
Wilayah
BKPH Ngandang bila dilihat dari analisa
kualitas sempadan sungai dapat disimpulkan dalam
kondisi baik. Hal ini
disebabkan tingkat kekritisan lahan
kawasan sempadan sungai sebagai berikut :
Kondisi tidak kritis seluas 13,4
ha (7,6 %) dengan katagori baik sekali.
Kondisi potensial kritis mencapai 72,2 ha (41 %) katagori baik.
Kondisi agak Kritis dengan keluasan
61 ha (34,7%) dengan katagori sedang.
Kondisi kritis hanya 20,3 ha
(11,5 %) katagori buruk
Katagori sangat kritis seluas
9,0 ha (5,1 %)
b.
Wilayah BKPH Sale dari
analisa kualitas sempadan sungai dapat disimpulkan dalam
kondisi baik. Hal ini
disebabkan tingkat kekritisan lahan
kawasan sempadan sungai sebagai berikut :
Kondisi tidak kritis mencapai
9,3 ha (8,1 %) dengan katagori baik sekali.
Kondisi potensial kritis
mencapai 83 ha (72,2 %) dengan katagori baik.
Kondisi agak kritis seluas 18,5
ha (72,2 %) dengan katagori sedang
Kondisi Kritis seluas 4,1 ha
(3,6 %) dengan katagori buruk adapun kondisi sangat kritis tidak ada. hal ini
disebabkan kondisi penutupan lahan baik oleh pohon maupun oleh tumbuhan bawah
dan penerapan teknik konservasi tanah dan air dalam kondisi baik.
c.
Wilayan BKPH Karas kualitas
kawasan sempadan sungai dalam katagori Baik dengan nilai kekritisannya sebagai
berikut ;
Kondisi potensial kritis
seluas 18,5 ha (41,1%) kreteria baik.
Kondisi agak kritis seluas 23,6
ha (52,4 %) kreteria sedang
Kondisi kritis 2,9 ha (6,4%)
kreteria buruk.
adapun kondisi sangat kritis tidak ada Kondisi
tersebut diatas salah satu faktornya adalah penutupan lahan baik
d.
Wilayah BKPH Tuder untuk kualitas kawasan
sempadan sungai dalam Katagori baik sekali, dengan tingkat
kekritisan sebagai berikut ;
Tingkat tidak kritis 19,5 ha (28,4 %) dengan kreteria
baik sekali.
Tingkat potensial kritis seluas 49,2 ha (71,6 %), kreteria
baik.
Tingkat kritis dengan kreteria sedang, adapun kreteria
buruk dan sangan buruk tidak ada. Hal ini disebabkan kondisi penutupan lahan
oleh pohon baik.
e.
Wilayah BKPH Gayam untuk kualitas
kawasan sempadan sungai dalam katagori Sedang dengan
nilai tingkat kekritisan sebagai berikut ;
Tingkatan kondisi potensial
kritis seluas 56,3 ha (61,5 %) kreteria baik.
Tingkatan kondisi agak kritis
seluas 16,4 ha (17,9%) kreteria sedang.
Tingkatan kondisi kritis seluas
12,3 ha (13,4 %) katagori buruk dan tingkatan sangat kritis seluas 6,5 ha (7,1 %)
kreteria sangat buruk disebabkan kondisi penutupan lahan oleh tegakan dan
rehabilitasi tanaman kurang begitu berhasil.
f.
Wilayah BKPH Tawaran kualitas
kawasan sempadan sungai dalam katagori Sedang
dengan nilai tingkat kekritisannya
sebagai berikut ;
Tingkatan tidak kritis
seluas 30,2 ha (21,7%) kreteria baik
sekali.
Tingkatan potensial kritis
53,1 ha (38,1%) kreteria baik.
Tingkatan kondisi agak Kritis
40,2 ha (28,8%) kreteria sedang.
Tingkatan kondisi kritis
seluas 10,3 ha (7,4 %) kreteria buruk, dan kondisi sangat kritis seluas 5,6 ha
(4 %) faktor penutupan lahan cukup.
KESIMPULAN
Kawasan Perlindungan Setempat
(KPS) seluas 634,6 ha berupa Sempadan dengan
kelas hutan LDTI,
ada beberapa permasalahan yang harus dipecahkan oleh semua pihak baik yang berada
di KPH sendiri, di Divisi Regional maupun di Direksi. Adapun berbagai permasalahan yang dihadapi antara
lain:
1. Kondisi sempadan sungai penutupan lahannya oleh pohon
kurang dari atau sama dengan 60% di beberapa tempat yang
perlu dilakukan rencana pengkayaan secara
periodik.
2. Keberhasilan tanaman KPS perlu adanya pemeliharaan
tanaman secara berkelanjutan.
3.
Fungsi konservasi sempadan
sungai bila dikolerasikan dengan Stasiun Pemantauan Lingkungan (SPL) banyak
mengalami perbaikan dari tahun ketahun terutama di laju sedimentasi serta koefisien rejim
sungai (KRS) namun dengan masih ada kawasan yang belum tertutup tanaman
maupun tumbuhan bawah fungsi konservasi sempadan
sungai masih kurang optimal.
4.
Penggarapan di beberapa
tempat karena belum begitu pahamnya masyarakat atas fungsi konservasi kawasan
perlindungan, perlu adanya sosialisasi secara terus – menerus terhadap
pentingnya kawasan perlindungan bagi fungsi konservasi serta masyarakat
diberikan kompensasi pengalihan penggaran lahan yang diperbolehkan yaitu lahan
tanaman tumpangsari sesuai dengan Prosedur kerja Tenurial
Demikian kondisi kawasan
perlindungan setempat dengan berbagai permasalahan yang bisa disimpulkan
sehingga nantinya ada solusi yang tepat dalam penanganan KPS yang lebih
baik.
REKOMENDASI
Setelah dilakukan
identifikasi dan penilaian kualitas sempadan sungai di wilayah KPH Kebonharjo
tahun 2014, beberapa rekomendasi yang perlu ditindak lanjuti, antara lain:
a.
Melakukan prioritas pengkayaan/ rehabilitasi pada
KPS sempadan sungai yang tegakannya dianggap berkerapatan kurang dan memasukkannya pada Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang
dilakukan secara periodik sesuai dengan perioritas penanganan dengan
memperhatikan kepentingan biodiversity (pakan satwa, tempat sarang dll).
b.
Melakukan pengawalan yang
lebih intensif terhadap keberhasilan pengkayaan tanaman diwilayah sempadan
sungai dengan melakukan pemeliharaan lanjutan.
c.
Melakukan pengawalan yang
lebih intensif terhadap kemungkinan terjadinya penggarapan lahan diwilayah
sempadan sungai dengan melakukan patroli rutin di Kawasan Perlindungan
Setempat.
d.
Sosialisasi pentingnya kawasan
perlindungan terhadap fungsi konservasi kepada semua pihak : Masyarakat Desa
Hutan (MDH), LMDH, dan stakeholders yang terkait.